Kewajiban taat atau patuh seorang istri kepada suami itu selama masih dalam bata-bbatas hukum syari’at (shaleh dan adil). Adapun perintah atau larangan suami yang melanggar batas syari’at, seorang istri tidak wajib mentaati atau mematuhinya. Ketidaktaatan dan kepatuhan istri tersebut tidak termasuk nusyuz yang dilarang. Seperti suami mengajak berbuat maksiat, melarang shalat atau perintah shalat tanpa memenuhi rukun dan syarat. Mentaati dan mematuhi suami perintah maksiat sama dengan mentaati dan mematuhi perintah syaithan.
Pasal 97 Tentang Tanggung Jawab Suami
“Kaum lelaki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita, dengan ilmu atau akal) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shaleh ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kamu khawatirkan nusyuznya, maka nasihatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka, kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar”. (QS. An Nisaa’: 34, Jalalain:1/76).
Pasal 98 Tentang Batas-Batas Nusyuz
Dan berhasil nusyuz bagi seorang wanita yang menolak suaminya dan tamattu’ bersedap-sedapan dan walaupun dengan seumpama bersentuhan, atau tidak patuh diletakkan pada tempat yang dikehendaki suaminya.
Tidak termasuk nusyuz jika seorang wanita menolak suaminya mengajak tamattu’ karena udzur, seperti karena suami terlalu besar alat vitalnya, sehingga mengakibatkan lecet-lecet dalam farji. Hal ini menyebabkan istri tidak mampu melayani setubuh dengan suaminya. Tidak tergolong nusyuz pula bagi seorang wanita yang sedang haid diminta melayani setubuh suaminya, karena masih dalam keadaan kotor dan sukar. (Hamisy I’anatut Thalibin: IV/78-79).
Pasal 99 Tentang Gugurnya Mu’nah Menurut Ijma’
Dan gugur kewajiban suami memberi seluruh kebutuhan belanja istrinya karena sebab nusyuz. Demikian itu ijma’, sebab istri meninggalkan kemampuan patuh dan taat kepada suaminya, sekalipun hanya sesaat lamanya pun, tetapi sehari penuh gugur kewajiban suami memberi nafkah padanya. (Hamisy I’anatut Thalibin: IV/77).
Tidak ada perintah mewajibkan seorang wanita taat dan patuh kepada suaminya kecuali suami akan mengajarkan dan memerintahkan istrinya tentang sah iman dan sah shalatnya.
Seperti halnya, syara’ mewajibkan masyarakat menganut pada Ulil Amir (penguasa pemerintahan) perintah kebenaran mengajak taat kepada Allah. Karena Ulil Amri oleh syara’ diwajibkan berlaku benar semua titahnya kepada rakyat, sehingga penguasa dan rakyat dapat berbakti dan mencari ridla kepada Allah. Demikian juga, murid terhadap guru, anak terhadap orang tua dan kaum pemuda terhadap kaum dewasa.
ditranslite dari Kitab Tabiyinal Islah
subhanallah....
BalasHapusseneng y kalo bs pnya istri ky gini..
Alhamdulillah ya...hehe
BalasHapus